DALIL-DALIL SYAR’IYYAH
Menurut Abdul Wahab Khalaf dalil syar’i ada sepuluh, dari sepuluh ini
kemudian dibagi menjadi dua bagian, yaitu: (1) muttafaq ‘ala
al-istidhlal bihaa, artinya keberadaannya
sebagai dalil syara’ diakui oleh jumhur
ulama, (2) mukhtalaf fi
al-istidhlal bihaa, artinya keberadaannya
sebagai dalil syara’ masih diperselisihkan oleh jumhur ulama.
A. Dalil yang disepakati oleh
jumhur ulama:
- al-Qur’an:
firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW dengan perantara malaikat jibril, dengan lafadz Arab dan makna yang benar,
sebagai hujjah kerasulannya, sebagai undang-undang sekaligus menjadi petunjuk
bagi manusia, dan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan orang
yang membaca dinilai sebagai ibadah, tersusun di antara dua lembar, diawali
surat al-fatihah, diakhiri surat an-Nas,
yang sampai kepada kita secara mutawatir baik secara lisan maupun dalam bentuk
tulisan, dari generasi ke generasi, terpelihara dari perubahan dan penggantian
yang sesuai dengan firman Allah SWT surat al-Hijr ayat 9.
ü Keistimewaan Al-Qur’an:
Lafadz dan ma’nanya semua dari Allah SWT. Sehingga
ilham, tafsir surat, dan terjemah surat tidak bisa dinamai al-Qur’an.
ü
I’jaz Harus Memenuhi Tiga
Kriteria:
Menantang, adanya ungkapan yang
mendorong penantang untuk mengadakan tantangan, tidak ada penghalang untuk
melakukan perlawanan.
ü
Bentuk Kemu’jizatan Al-Qur’an:
a. Kesatuan
kalimat, makna, hukum, dan teori
b. Keselarasan
ayat dengan teori ilmu pengetahuan
c. Pemberitaan
hal-hal yang tidak diketahui oleh manusia, kecuali hanya Allah SWT
d. Kafashihan
lafadz, kebalaghahan ungkapan, kekuatan pengaruh al-Qur’an.
ü
Macam-Macam Hukum Yang Ada Dalam
Al-Qur’an:
a. Hukum
Aqidah,
mengenai hal-hal yang harus diyakini oleh mukallaf
b. Hukum
Akhlaq,
mengenai hal-hal yang utama dan hina
c. Hukum
’Amaliyah:
terbagi menjadi dua; ibadah dan mua’malah
Mua’malah terbagi menjadi 7:
1)
Hukum kekeluargaan
2)
Perdata
3)
Pidana
4)
Hukum acara
5)
Perundang-undangan
6)
Kenegaraan
7)
Ekonomi dan keuangan.
ü
Dalalah Ayat:
Qath’i dan Dzanni
- as-Sunnah:
ucapan, perbuatan, legetimasi
Nabi Muhammad SAW
ü
Kehujjahan As-Sunnah:
a.
Berdasarkan firman Allah SWT
b.
Berdasarkan kesepakatan para
sahabat
ü
Hubungan Antara As-Sunnah Dan
Al-Qur’an Ada Tiga :
a. menetapkan
(muqarrirah), dan menguatkan (mu’aqqidah) hukum yang ada dalam al-Qur’an
b. memerinci
(mufasshalah) dan menjelaskan (mufassirah) ayat-ayat yang masih bersifat
global.
c. Menetapkan
dan membentuk hukum yang tidak dijelaskan oleh al-Qur’an
ü
Pembagian As-Sunnah Berdasarkan
Sanatnya Ada Tiga :
a. Mutawatir adalah hadits yang
diriwayatkan oleh sekelompok sahabat, yang menurut kebiasaan mereka tidak
mungkin berbohong, kemudian diriwayatkan oleh sekelompok sahabat yang seimbang,
dan begitu seterusnya.
b. Masyhur adalah hadits yang
diriwayatkan oleh dua atau tiga orang sahabat, yang jumlahnnya tidak mencapai
derajat mutawatir, kemudian diriwayatkan oleh sekelompok sahabat yang jumlahnya
mencapai jumlah mutawatir.
c. Aahad adalah hadits yang
diriwayatkan oleh dua atau tiga orang sahabat yang tidak mencapai derajat
mutawatir, dan begitu seterusnya.
ü
Ucapan Dan Perbuatan Rasul Yang
Tidak Termasuk Hukum Syara’
a.
hal-hal yang timbul dari rasul
sesuai watak manusiawi, berdiri, duduk, berjalan, tidur, dan lain-lain.
b.
Hal-hal yang keluar dari rasul
sesuai dengan pengetahuan manusia, menanam, sewa menyewa, dan lain-lain.
c.
Hal-hal yang keluar dari rasul
tetapi ada dalil syara’ yang menunjukkan bahwa perbuatan itu merupakan
kekhususan Nabi Muhammad SAW .
- al-Ijma’ :
kesepakatan para ulama mujtahid muslim pada suatu
masa setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW atas hukum syara’ mengenai suatu
kejadian.
ü
Unsur-unsur/rukun Ijma’ ada
empat:
a. Ada
sekelompok mujtahid pada saat terjadi suatu peristiwa
b. Hukum
syara’ mengenai suatu peristiwa, disepakati oleh para mujtahid muslim tanpa
melihat asal negara, kebangsaan, dan kelompok.
c. Kesepakatan
mereka diawali dengan pengungkapan pendapat masing-masing mujtahid, baik dalam
bentuk fatwa atau perbuatan dalam bentuk putusan hukum.
d. Kesepakatan
benar-benar dari seluruh mujtahid dunia Islam.
ü
Bentuk Ijma’ dari segi
pemerolehannya, ada dua:
a. Ijma’
Sharih
b. Ijma’
sukuti
- al-Qiyas:
menyamakan suatu hukum dari peristiwa yang tidak
memiliki nash hukum dengan peristiwa yang sudah memiliki nash hukum, sebab ada
kesamaan dalam ‘illat hukumnya.
ü Kehujjahan Qiyas:
a.
Berdasarkan firman Allah SWT
b.
Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW
c.
Perbuatan para sahabat Nabi Muhammad SAW
ü Ulama yang menolak Qiyas:
a. Berdasarkan asumsi bahwa setiap
‘illat hukum yang dihasilkan dengan metode Qiyas akan berbeda, padahal di
antara hukum-hukum syara’ yang bijaksana ini (dalam nash) tidak terjadi
kontradiksi.
b. Para
ulama ini menerima ungkapan sahabat yang mencela pendapat sahabat lain.
ü Rukun Qiyas:
a.
al-Ashlu: kejadian yang ‘illat hukumnya disebutkan dalam nash.
b.
al-Far’u: kejadian yang hukumnya tidak disebutkan dalam nash.
c.
al-Hukmu al-Ashli: hukum syara’ yang ada dalam nash, yang akan
dijadikan dasar bagi hukum baru, yang tidak ada dalam nash.
d.
al-‘Illat: sifat yang melekat pada hukum asal, yang akan dijadikan dasar
pada hukum far’u, hukum yang ada pada masalah baru(far’u) disamakan dengan yang
ada pada hukum asal.
ü Definisi ‘Illat:
Sifat hukum asal yang dijadikan dasar hukum, dengan
sifat tersebut dapat diketahui hukum yang terdapat pada masalah baru.
ü
Syarat-syarat ‘illat
a.
’illat harus berupa sifat yang
nyata,
b.
’illat harus berupa sifat yang
terstandari,
c.
’illat harus berupa sifat yang
sesuai
d.
’illat harus berupa sifat yang
tidak bisa ditransfer oleh hukum far’u (cabang)
ü
Pembagian ‘Illat
a.
Al-munasib al-mu’atsir
b.
Al-munasib al-mula’im
c.
Al-munasib al-mursal
d.
Al-munasib al-mulgha
ü
Teori mamahami ’Illat
a.
Nash
b.
Ijma’
c.
As-sabr wa at-taqsim, ada
tiga proses:
1)
Tahkrij al-Manath
2)
Tanqih al-Manath
3)
Tahqiq al-Manath
B. Dalil
yang diperselisihkan oleh jumhur ulama:
- al-Istihsan:
berpindahnya mujtahid dari tuntutan qiyas jaliy
kepada qiyas Khafy, atau dari hukum kulli kepada hukum istitsna’i karena ada
dalil yang secara akal dianggap salah sehingga perpindahan mujtahid tersebut
dimenangkan.
Macam-macam istihsan, ada dua:
Mengunggulkan Qiyas Khafy atas Qiyas Jaliy dengan
dalil,
Mengecualikan Hukum Juz’i daripada hukum kulli dengan
dalil.
- al-Mashlahah al-Mursalah:
kemashlahatan yang oleh syari’ tidak dibuatkan hukum
untuk mewujudkannya, tidak ada dalil syara’ yang menunjukkan dianggap atau
tidaknya kemashlahatan itu.
Dalil kehujjahan maslahah mursalah
Kemashlahatan manusia akan selalu berubah sesuai
dengan perkembangan masa dan tempat.
Berdasarkan perbuatan para sahabat, tabi’in, dan
imam-imam mujtahid
Syarat menjadikan mashlahah sebagai hujjah:
Berupa kemashlahatan yang hakiki
Berupa kemashlahatan umum
Kemashlahatan tidak boleh
bertentangan dengan hukum syari’ yang ditetapkan dengan nash atau ijma’
- al-‘Urf:
sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia dan sudah mentradisi;
baik ucapan, perbuatan, atau pantangan-pantangan.
Macam-macam’urf
Shahih:
sesuatu yang sudah menjadi tradisi, dan tidak bertentangan dengan dalil syar’i,
tidak menghalalkan yang haram dan tidak membatalkan yang wajib.
Fasid:
sesuatu yang sudah mentradisi tetapi bertentangan dengan syara’, menghalalkan
yang haram dan membatalkan yang wajib.
Hukum berpegang dengan al-‘Urf
Urf yang shahih wajib diperhatikan dalam pembentukan
hukum syara’ dan dalam memutuskan suatu perkara.
- al-Istishab:
menghukumi suatu perkara secara spontanitas dengan
mengacu kepada hukum sebelumnya, hingga ada dalil yang merubah hukum itu.
Kehujjahannya:
Dalil alternatif yang digunakan oleh mujtahid dalam
upaya untuk mengetahui hukum atas suatu masalah. Oleh ulama ushul istishab
dianggap sebagai urutan fatwa terakhir.
- Syar’u man Qablanaa: syari’at sebelum umat kita
- Madzhab ash-Shahabi:
0 komentar:
Posting Komentar