Senin, 08 Juli 2013

Dalil Syar'iyyah



DALIL-DALIL SYAR’IYYAH
Menurut Abdul Wahab Khalaf  dalil syar’i ada sepuluh, dari sepuluh ini kemudian dibagi menjadi dua bagian, yaitu: (1) muttafaq ‘ala al-istidhlal bihaa, artinya keberadaannya sebagai dalil syara’ diakui oleh jumhur  ulama,  (2) mukhtalaf fi al-istidhlal bihaa, artinya keberadaannya sebagai dalil syara’ masih diperselisihkan oleh jumhur ulama.
A.    Dalil yang disepakati oleh jumhur ulama:
  1. al-Qur’an:
firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat jibril, dengan lafadz Arab dan makna yang benar, sebagai hujjah kerasulannya, sebagai undang-undang sekaligus menjadi petunjuk bagi manusia, dan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan orang yang membaca dinilai sebagai ibadah, tersusun di antara dua lembar, diawali surat al-fatihah, diakhiri surat  an-Nas, yang sampai kepada kita secara mutawatir baik secara lisan maupun dalam bentuk tulisan, dari generasi ke generasi, terpelihara dari perubahan dan penggantian yang sesuai dengan firman Allah SWT surat al-Hijr ayat 9.
ü  Keistimewaan Al-Qur’an:
Lafadz dan ma’nanya semua dari Allah SWT. Sehingga ilham, tafsir surat, dan terjemah surat tidak bisa dinamai al-Qur’an.
ü  I’jaz Harus Memenuhi Tiga Kriteria:
Menantang, adanya ungkapan yang mendorong penantang untuk mengadakan tantangan, tidak ada penghalang untuk melakukan perlawanan.
ü  Bentuk Kemu’jizatan Al-Qur’an:
a.       Kesatuan kalimat, makna, hukum, dan teori
b.      Keselarasan ayat dengan teori ilmu pengetahuan
c.       Pemberitaan hal-hal yang tidak diketahui oleh manusia, kecuali hanya Allah SWT
d.      Kafashihan lafadz, kebalaghahan ungkapan, kekuatan pengaruh al-Qur’an.
ü  Macam-Macam Hukum Yang Ada Dalam Al-Qur’an:
a.       Hukum Aqidah, mengenai hal-hal yang harus diyakini oleh mukallaf
b.      Hukum Akhlaq, mengenai hal-hal yang utama dan hina
c.       Hukum ’Amaliyah: terbagi menjadi dua; ibadah dan mua’malah
Mua’malah terbagi menjadi 7:
1)      Hukum kekeluargaan
2)      Perdata
3)      Pidana
4)      Hukum acara
5)      Perundang-undangan
6)      Kenegaraan
7)      Ekonomi dan keuangan.
ü  Dalalah Ayat:
Qath’i dan Dzanni
  1. as-Sunnah:
ucapan, perbuatan, legetimasi Nabi Muhammad SAW
ü  Kehujjahan As-Sunnah:
a.       Berdasarkan firman Allah SWT
b.      Berdasarkan kesepakatan para sahabat
ü  Hubungan Antara As-Sunnah Dan Al-Qur’an Ada Tiga :
a.       menetapkan (muqarrirah), dan menguatkan (mu’aqqidah) hukum yang ada dalam al-Qur’an
b.      memerinci (mufasshalah) dan menjelaskan (mufassirah) ayat-ayat yang masih bersifat global.
c.       Menetapkan dan membentuk hukum yang tidak dijelaskan oleh al-Qur’an
ü  Pembagian As-Sunnah Berdasarkan Sanatnya Ada Tiga :
a.       Mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok sahabat, yang menurut kebiasaan mereka tidak mungkin berbohong, kemudian diriwayatkan oleh sekelompok sahabat yang seimbang, dan begitu seterusnya.
b.      Masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua atau tiga orang sahabat, yang jumlahnnya tidak mencapai derajat mutawatir, kemudian diriwayatkan oleh sekelompok sahabat yang jumlahnya mencapai jumlah mutawatir.
c.       Aahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua atau tiga orang sahabat yang tidak mencapai derajat mutawatir, dan begitu seterusnya.
ü  Ucapan Dan Perbuatan Rasul Yang Tidak Termasuk Hukum Syara’
a.       hal-hal yang timbul dari rasul sesuai watak manusiawi, berdiri, duduk, berjalan, tidur, dan lain-lain.
b.      Hal-hal yang keluar dari rasul sesuai dengan pengetahuan manusia, menanam, sewa menyewa, dan lain-lain.
c.       Hal-hal yang keluar dari rasul tetapi ada dalil syara’ yang menunjukkan bahwa perbuatan itu merupakan kekhususan Nabi Muhammad SAW .
  1. al-Ijma’ :
kesepakatan para ulama mujtahid muslim pada suatu masa setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW atas hukum syara’ mengenai suatu kejadian.
ü  Unsur-unsur/rukun Ijma’ ada empat:
a.       Ada sekelompok mujtahid pada saat terjadi suatu peristiwa
b.      Hukum syara’ mengenai suatu peristiwa, disepakati oleh para mujtahid muslim tanpa melihat asal negara, kebangsaan, dan kelompok.
c.       Kesepakatan mereka diawali dengan pengungkapan pendapat masing-masing mujtahid, baik dalam bentuk fatwa atau perbuatan dalam bentuk putusan hukum.
d.      Kesepakatan benar-benar dari seluruh mujtahid dunia Islam.
ü  Bentuk Ijma’ dari segi pemerolehannya, ada dua:
a.       Ijma’ Sharih
b.      Ijma’ sukuti
  1. al-Qiyas:
menyamakan suatu hukum dari peristiwa yang tidak memiliki nash hukum dengan peristiwa yang sudah memiliki nash hukum, sebab ada kesamaan dalam ‘illat hukumnya.
ü  Kehujjahan Qiyas:
a.       Berdasarkan firman Allah SWT
b.      Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW
c.       Perbuatan para sahabat Nabi Muhammad SAW
ü  Ulama yang menolak Qiyas:
a.       Berdasarkan asumsi bahwa setiap ‘illat hukum yang dihasilkan dengan metode Qiyas akan berbeda, padahal di antara hukum-hukum syara’ yang bijaksana ini (dalam nash) tidak terjadi kontradiksi.
b.      Para ulama ini menerima ungkapan sahabat yang mencela pendapat sahabat lain.
ü  Rukun Qiyas:
a.       al-Ashlu: kejadian yang ‘illat hukumnya disebutkan dalam nash.
b.      al-Far’u: kejadian yang hukumnya tidak disebutkan dalam nash.
c.       al-Hukmu al-Ashli: hukum syara’ yang ada dalam nash, yang akan dijadikan dasar bagi hukum baru, yang tidak ada dalam nash.
d.      al-‘Illat: sifat yang melekat pada hukum asal, yang akan dijadikan dasar pada hukum far’u, hukum yang ada pada masalah baru(far’u) disamakan dengan yang ada pada hukum asal.
ü  Definisi ‘Illat:
Sifat hukum asal yang dijadikan dasar hukum, dengan sifat tersebut dapat diketahui hukum yang terdapat pada masalah baru.
ü  Syarat-syarat ‘illat
a.       ’illat harus berupa sifat yang nyata,
b.      ’illat harus berupa sifat yang terstandari,
c.       ’illat harus berupa sifat yang sesuai
d.      ’illat harus berupa sifat yang tidak bisa ditransfer oleh hukum far’u (cabang)
ü  Pembagian ‘Illat
a.       Al-munasib al-mu’atsir
b.      Al-munasib al-mula’im
c.       Al-munasib al-mursal
d.      Al-munasib al-mulgha
ü  Teori mamahami ’Illat
a.          Nash
b.         Ijma’
c.          As-sabr wa at-taqsim,  ada tiga proses:
1)      Tahkrij al-Manath
2)      Tanqih al-Manath
3)      Tahqiq al-Manath
B.     Dalil yang diperselisihkan oleh jumhur ulama:
  1. al-Istihsan:
berpindahnya mujtahid dari tuntutan qiyas jaliy kepada qiyas Khafy, atau dari hukum kulli kepada hukum istitsna’i karena ada dalil yang secara akal dianggap salah sehingga perpindahan mujtahid tersebut dimenangkan.
Macam-macam istihsan, ada dua:
Mengunggulkan Qiyas Khafy atas Qiyas Jaliy dengan dalil,
Mengecualikan Hukum Juz’i daripada hukum kulli dengan dalil.
  1. al-Mashlahah al-Mursalah:
kemashlahatan yang oleh syari’ tidak dibuatkan hukum untuk mewujudkannya, tidak ada dalil syara’ yang menunjukkan dianggap atau tidaknya kemashlahatan itu.
Dalil kehujjahan maslahah mursalah
Kemashlahatan manusia akan selalu berubah sesuai dengan perkembangan masa dan tempat.
Berdasarkan perbuatan para sahabat, tabi’in, dan imam-imam mujtahid
Syarat menjadikan mashlahah sebagai hujjah:
Berupa kemashlahatan yang hakiki
Berupa kemashlahatan umum
Kemashlahatan tidak boleh bertentangan dengan hukum syari’ yang ditetapkan dengan nash atau ijma’
  1. al-‘Urf:
sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia dan sudah mentradisi; baik ucapan, perbuatan, atau pantangan-pantangan.
Macam-macam’urf
Shahih: sesuatu yang sudah menjadi tradisi, dan tidak bertentangan dengan dalil syar’i, tidak menghalalkan yang haram dan tidak membatalkan yang wajib.
Fasid: sesuatu yang sudah mentradisi tetapi bertentangan dengan syara’, menghalalkan yang haram dan membatalkan yang wajib.
Hukum berpegang dengan al-‘Urf
Urf yang shahih wajib diperhatikan dalam pembentukan hukum syara’ dan dalam memutuskan suatu perkara. 
  1. al-Istishab:
menghukumi suatu perkara secara spontanitas dengan mengacu kepada hukum sebelumnya, hingga ada dalil yang merubah hukum itu.
Kehujjahannya:
Dalil alternatif yang digunakan oleh mujtahid dalam upaya untuk mengetahui hukum atas suatu masalah. Oleh ulama ushul istishab dianggap sebagai urutan fatwa terakhir.
  1. Syar’u man Qablanaa: syari’at sebelum umat kita
  2. Madzhab ash-Shahabi:

0 komentar:

Posting Komentar

 

Ka'bah Night | powered by Blogger | created from Minima retouched by ics - id