Senin, 08 Juli 2013

Prinsip dan Etika Bisnis dalam Islam



PENGENALAN DUNIA USAHA[1]
(Prinsip dan Etika Bisnis dalam Islam)
Hanif Asyhar, M.H.I

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki keterkaitan yang tinggi dalam dunia usaha. Hal ini karena lulusannya memang sangat diharapkan untuk bisa secara langsung mengisi kesempatan kerja, terutama yang ada di dunia usaha/bisnis.
Disinilah bedanya dengan sekolah tingkat menengah lain, jika para lulusan sekolah tingkat menengah selain SMK diarahkan untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi, para lulusan SMK telah dipersiapkan kompentensinya sejak awal, sehingga mereka bisa langsung terjun ke dunia usaha/bisnis setelah tamat.
Namun demikian, bukan berarti bahwa lulusan SMK tidak dianjurkan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan perguruan tinggi, atau sebaliknya, bukan berarti pula bahwa lulusan setingkat SMK (selain SMK) tidak memiliki kemampuan dasar untuk lansung terjun ke dunia usaha/bisnis.
Sudah kita maklumi bersama, bahwa pada era modern  seperti sekarang ini, banyak para pengusaha/pelaku bisnis terutama di Indonesia menghalalkan segala macam cara dalam rangka meraih keuntungan yang sebesar-besarnya, tanpa memperhatikan etika, moral, hukum Agama dan Negara. Untuk itulah, pada kesempatan ini kami akan memaparkan secara sederhana bagaimana prinsip dan etika bisnis yang baik dalam pandangan Islam.
Prinsip dan Etika Bisnis dalam Islam
1.      Prinsip al-‘Adalah (keadilan)
Prinsip keadilan ini mencakup semua bidang kehidupan: politik, hukum, pendidikan, ekonomi, dalam bidang produksi, distribusi, konsumsi, dan lain-lain. Prinsip adil merupakan prinsip yang paling urgen diantara prinsip-prinsip yang lain. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan bebuat kebajikan…”[2]
2.      Prinsip al-Ihsan (berbuat kebaikan)
Al-Ihsan adalah pemberian manfa’at kepada orang lain lebih daripada hak orang lain itu. Al-Ihsan itu ditujukan kepada semua makhluq, dalam semua bidang kehidupan termasuk bidang ekonomi, produksi, distribusi, dan lain-lain.[3]
3.      Prinsip al-Mas’uliyah (pertanggungjawaban)
Pada prinsip ini terbagi menjadi 3 (tiga) bagian, antara lain:
a.       Mas’uliyah al-Afrad yaitu pertanggungjawaban antar individu dengan individu, seperti orang tua terhadap anaknnya, anak terhadap orang tua, suami terhadap isteri, dan isteri terhadap suami, pertanggungjawaban dua pihak yang telah melakukan transaksi perekonomian, dan seterusnya.
b.      Mas’uliyah al-Mujtama’ yaitu pertanggungjawaban dalam masyarakat. Masyarakat tidak mungkin bisa hidup dalam kebahagiaan tanpa adanya tolong-menolong antara anggota masyarakat. Manusia di dalam masyarakat diwajibkan melaksanakan kewajiban-kewajiban yang banyak demi terciptanya kesejahteraan anggota masyarakat secara merata.
c.       Mas’uliyah ad-Daulah yaitu tanggungjawab pemerintah atau Negara terhadap masyarakat. Nabi SAW bersabda:
“Kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua bertanggungjawab terhadap pemeliharaannya (rakyat/yang dipimpin)”[4]
4.      Prinsip al-Kifayah (kecukupan)
Syari’at Islam tidak menganggap cukup hanya dengan prinsip mas’uliyah saja, akan tetapi prinsip mas’uliyah itu harus bisa mewujudkan kecukupan untuk semua anggota masyarakat. Karena tujuan yang pokok dari prinsip mas’uliyah itu tidak hanya penetapan kewajiban yang tertentu saja, atas orang-orang yang mampu untuk kemashlahatan orang-orang fakir. Akan tetapi tujuannya adalah untuk membasmi kefakiran dan mencukupi kebutuhan primer semua anggota dalam masyarakat.
5.      Prinsip al-Wasathiyah (keseimbangan)
Al-Wasathiyah adalah lawan kata dari at-Tatharruf (ekstrim). Prinsip al-Wasathiyah ini tidak terbatas hanya pada masalah harta benda dan ekonomi saja, tetapi mencakup seluruh cabang tasyri’ (penetapan peraturan-peraturan) harta benda dan persoalan-persoalan ibadah.
6.      Prinsip as-Shidqu (kebenaran dan kejujuran)
Penipuan dan sikap mengeksploitasi orang lain merupakan perilaku dan akhlaq yang buruk dan keji, yang harus dibasmi, karena merugikan masyarakat pada umumnya. Islam menjunjung tinggi akhlaq karimah. Bahkan agama diturunkan oleh Allah SWT kepada para Rasul adalah untuk membangun akhlaq yang mulia. Harkat dan martabat kemanusiaan pertama-tama tergantung pada akhlaq karimah. Prinsip kejujuran dan kebenaran termasuk asas dan sendi akhlaq karimah yang pokok.
7.      Prinsip al-Manfa’ah (manfa’at)
Barang yang dijadikan transaksi harus bernilai manfaat manurut syari’at. Transaksi terhadap barang yang tidak manfaat menurut syara’ dilarang, seperti jual beli khamer, narkoba, miras, dan lain-lain.
8.      Prinsip ‘an Taradhin (saling rela/suka sama suka)
Para Ulama’ sepakat bahwa suka sama suka itu merupakan prinsip transaksi. Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu…..”[5]
Khatimah
Demikian pemaparan sederhana ini, yaitu Pengenalan Dunia Usaha, yang kami fokuskan pada persoalan Prinsip dan Etika usaha/bisnis dalam Islam. Semoga bermanfaat dan dapat menjadi kontribusi khususnya bagi para calon pengusaha/pelaku bisnis.  




[1] Disampaikan dalam rangka Masa Orientasi Siswa (MOS) SMP Islam & SMK as-Siddiqy Bletok Bungatan Situbondo Jawa Timur, pada tgl. 14 Juli 2010
[2] Q.S an-Nahl:19
[3] Ibid
[4] H.R Bukhari, Muslim, Ahmad bin Hanbal, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi dari Ibnu Umar.
[5] Q.S an-Nisa’ : 29

0 komentar:

Posting Komentar

 

Ka'bah Night | powered by Blogger | created from Minima retouched by ics - id