TABARRUKAN
KH AHMAD
ARUQOT
KH
Ahmad Aruqot lahir di desa Kedung-Cangkring sekitar tahun 1885. Ayahnya Kyai
Asfiya’ adalah perintis berdirinya Majlis Ta’lim di desa itu pada tahun 1889.
Majlis Ta’lim inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Pondok Pesantren
Roudlatul Muallimin-Muallimat di desa itu, yang tetap lestari hingga sekarang,
dengan santri kurang-lebih 300 orang putra dan putri. Masyarakat
Kedungcangkring dan sekitarnya mengenang dan menulis kisah perjalanan hidup
Kyai Aruqot dengan catatan tinta emas. Kyai Aruqot adalah seorang kyai yang
sangat berwibawa. Bukan hanya karena beliau seorang singa podium atau memiliki
ilmu kanuragan tingkat tinggi, akan tetapi lebih dari itu, karena beliau adalah
seorang ulama’ yang alim, mukhlish, tekun, teguh pendirian, dan selalu sejalan
antara ucapan dan perbuatannya.
Disamping
itu Kyai Aruqot juga dikenal sebagai seorang abid yang zahid. Menurut salah
seorang cucunya, selain rutin menjaga shalat berjama’ah lima waktu, puasa senin
dan kamis, muthalaah kitab kuning, beliau juga membatasi tidurnya. Beliau biasa
tidur pukul 21.00 dan bangun kembali pada pukul 23.00. Kemudian, Kyai yang
sorot matanya teduh itu, setelah minum segelas kopi, makan kue dan merokok,
beliau pun menjalankan ibadaj shalat malam dan membaca wirid hingga subuh
menjelang. Usai shalat subuh, beliau menggarap sawah miliknya hungga pukul
07.00. Baru setelah itu beliau pulang untuk mengajar (mengaji) untuk para
santrinya.
Dan
ketika padi yang beliau tanam telah panen, padi-padi itu tidak langsung masuk
lumbung, akan tetapi ketika padi itu sudah terkumpul didepan pintu lumbung,
Kyai Aruqot mengumpulkan para tetangga yang berhak menerima zakat terlebuh
dahulu. Setelah itu semuanya diberi padi sebagai zakatnya. Dan selanjutnya,
setelah zakat diberikan seluruhnya. Barulah padi-padi itu dimasukkan ke dalam
lumbung padi keluarga.
Berkat
konsistensi ucapan, perbuatan dan keteladanan beiau, Kyai Aruqot mendapatkan
anugrah kewibawaan yang luar biasa. Sekedar contoh, ketika ia sedang berjalan
menuju masjid, dapat dipastikan setiap orang yang sedang lewat akan berhenti
dan turun dari kendaraan yang tungganginya, lalu menundukkan kepala untuk
memberi hormat. Pun demukian ketika mereka mendapati Kyai Aruqot sedang
muthala’ah akan turun dan menuntun sepedanya untuk menghormati. Padahal jarak
rumah dan jalan raya sekitar 100 meter.
Perjalanan
pendidikan Kyai Aruqot
Perjalan
pendidikan Kyai Aruqot (yang nama kecilnya adalah Muhyiddin) bermula dari
pendidikan asuhan Ayahanda beliau sendiri, Kyai Asfiya’. Kemudian berlanjut ke
pesantren Termas Pacitan dibawah asuhan KH Dimyathi. Pondok pesantren tua yang
didirikan tahun 1830 itu kala itu sangat terkenal dan masyhur, karena pada saat
itu saudaranya, KH Mahfudz At Turmusi, menjadi ulama’ besar di saudi Arabia.
Tidak heran banyak kyai besar belajar (tholabul ilmi) disana.
Setelah
dari termas, Kyai Aruqot melanjutkan pengembaraan ilmunya ke Syaikhona Kholil
Al Bangkalani. Sama dengan termas, pondok pesantren Syaikhona Kholil kala itu
juga sangat terkenal. Banyak kyai besar belajar disana. Salah satu teman senior
Kyai Aruqot semasa di Pesantren Syaikhona Kholil adalah Kyai Hasyim Asy’ary,
pendiri jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ dan pendiri Pondok Pesantren Terbuireng
Jombang.
Sepulang
dari termas dan Bangkalan itulah Kyai Aruqot mulai aktif mengajar di tempat
pengajian ayahnya yang kala itu sudah berbentuk namun belum mempunyai nama.
Sepeninggal Kyai Asfiya’, pesantren diasuh oleh Kyai Aruqot. Dan pada
selanjutnya, pesantren terus mengalami perkembangan pesat. Meski pondok dan mushallla
hanya terbuat dari bambu, mnamun para santri terus berdatangan dari
Tulungagung, Lamongan, Gresik, Blitar, dll.
Kyai
Aruqot Berpulang Ke Rahmatullah
Pada
saat menjelang wafat beliau, pada malam jum’at 21 Rajab 1389 / 3 Oktober 1969,
Kyai Aruqot mengumpulkan seluruh anak cucunya. Ketika semua sudah berkumpul,
kemudian semuanya membaca surat yasin dan tahlil. Setelah itu beliau dawuh :
“saya baru saja kedatangan tamu yang memakai jubah putih dan baunya harum. Tamu
itu mengatakan, nanti pukul dua malam akan datang lagi”. Begitulah kalimat
terahir yang diucapkan Kyai Aruqot. Apa arti kalimat itu ? Ternyata tepat pukul
dua malam, Kyai Aruqot menghadap Ilahi. Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un.
Sebelumnya, pada saat menjelang sakaratul maut, tiba-tiba saja K Hamim Djazuli
(Gus Miek) datang. Tidak ada yang tahu siapa yang menghabari Gus Miek, sampai
beliau datangmenemui Kyai Aruqot. Tapi tidak lama kemudian Gus Miek pergi lagi
entah kemana. Kemudian baru pukul 08.00 esok paginya, sebelum jenazah Kyai Aruqot
dimakamkan, Gus Miek datang lagi, diaturi memberikan sambutan pelepasan
jenazah. Jenazah Kyai Aruqot dimakamkan di pemakaman Islam Kedung Cangkring
(yang berjarak 300 meter dari kediaman Kyai Aruqot). Ribuan orang berduka
mengiringi kepergian Kyai yang sangat disegani itu.
Sumber : Majalah Aula edisi Juni 2013