Minggu, 07 Juli 2013

BAB IV (Tesis) C



BAB IV (C)
A.    Temuan Penelitian
Berdasarkan analisis penulis yang terkait dengan memahami konsep maqashid asy-syari’ah asy-Syathibi. Bahwa dalam pembahasan mengenai maqashid asy-syari’ah, ia telah membahas secara detail.
Secara global, asy-Syathibi mengklasifikasikan maqashid asy-syari’ah menjadi empat bagian, yaitu tujuan awal dari syari’at yakni kemashlahatan manusia di dunia dan akhirat, syari’at sebagai sesuatu yang dipahami, syari’at sebagai hukum taklif yang harus dilakukan, dan tujuan syari’at adalah membawa manusia ke bawah naungan hukum.
Bagian pertama, asy-Syathibi membahas tentang tingkatan maqashid asy-syari’. Ia mengklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu adh-dharuriyat, al-hajjiyat, dan at-tahsiniyat.
Tingkatan pertama merupakan sesuatu yang harus ada demi untuk menegakkan kemashlahatan agama dan dunia. Tidak terpenuhinya tingkatan ini akan menimbulkan kerusakan dan hilangnya kehidupan. Kemashlahatan ini meliputi: agama, jiwa, keturunan, harta, dan akal.
Sebagai upaya untuk menjaga lima kemashlahatan yang menjadi unsur terpenting tersebut, asy-Syathibi memberikan dua alternatif, yaitu dengan menjaga hal-hal yang dapat mengokohkan keberadaannya dan menolak hal-hal yang dapat merusak eksistensinya.
Tingkatan kedua merupakan sesuatu yang eksistensinya tidak harus ada, hanya saja akan menimbulkan masyaqat bagi mukallaf. Sedangkan tingkatan ketiga adalah kemashlahatan yang keberadaanya untuk menyempurnakan lima unsur pokok di atas.
Bagian kedua, asy-Syathibi menjelaskan tentang peran bahasa Arab dalam menetapkan hukum (istinbath al-ahkam). Disini, ia memerankan bahasa Arab sebagai sesuatu yang paling urgen dalam menetapkan hukum Islam. Oleh karena itu, syari’at Islam tidak dapat dipahami dengan selain bahasa Arab.
Selanjutnya, asy-Syathibi mengatakan bahwa syari’at Islam diturunkan oleh Allah SWT adalah ummiyyah. Sebagai kosekwensinya, setiap orang yang akan menggali hukum Islam harus memahami tata bahasa Arab dan tidak bisa dipaham dengan yang lainnya.
Bagian ketiga, asy-Syathibi berpendapat bahwa setiap hukum yang dibebankan kepada manusia wajib dilakukan. Dari sini timbul pertanyaan, bagaimana jika ternyata ada hukum yang tidak mampu untuk dilaksanakan manusia?. Menurut asy-Syathibi, setiap bentuk taklif yang ada diluar kemampuan manusia secara syar’i tidak sah untuk dibebankan kepada mukallaf, meskipun secara akal pembebanan tersebut dapat dilakukan.
Pada pembahasan ini, asy-Syathibi mengklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu tuntutan yang ada diluar kemampuan manusia, dan tuntutan yang dapat dilakukan oleh manusia.
Bagian keempat, asy-Syathibi mengemukakan bahwa tujuan syari’ dalam pensyari’atan adalah untuk dilakukan mukallaf sesuai dengan tuntutan-Nya.
Pada bagian ini, asy-Syathibi membahas tentang tujuan dalam pensyari’atan. Menurutnya, syari’ membebani mukallaf untuk melaksanakan syari’at-Nya adalah agar aktifitas mukallaf tidak terjerumus kedalam keinginan hawa nafsu belaka, sehingga menjadi hamba yang selamat di dunia dan akhirat. Asy-Syathibi juga menegaskan bahwa setiap pekerjaan mukallaf harus selalu mengikuti petunjuk syari’.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Ka'bah Night | powered by Blogger | created from Minima retouched by ics - id