BAB IV (C)
A. Temuan
Penelitian
Berdasarkan
analisis penulis yang terkait dengan memahami konsep maqashid asy-syari’ah asy-Syathibi. Bahwa dalam
pembahasan mengenai maqashid
asy-syari’ah,
ia telah membahas secara detail.
Secara
global, asy-Syathibi mengklasifikasikan maqashid asy-syari’ah menjadi empat bagian, yaitu tujuan awal dari syari’at yakni
kemashlahatan manusia di dunia dan akhirat, syari’at sebagai sesuatu yang
dipahami, syari’at sebagai hukum taklif
yang harus dilakukan, dan tujuan syari’at adalah membawa manusia ke bawah
naungan hukum.
Bagian
pertama, asy-Syathibi membahas tentang tingkatan maqashid asy-syari’. Ia mengklasifikasikan menjadi
tiga bagian, yaitu adh-dharuriyat,
al-hajjiyat,
dan at-tahsiniyat.
Tingkatan
pertama merupakan sesuatu yang harus ada demi untuk menegakkan kemashlahatan
agama dan dunia. Tidak terpenuhinya tingkatan ini akan menimbulkan kerusakan
dan hilangnya kehidupan. Kemashlahatan ini meliputi: agama, jiwa, keturunan,
harta, dan akal.
Sebagai
upaya untuk menjaga lima kemashlahatan yang menjadi unsur terpenting tersebut, asy-Syathibi
memberikan dua alternatif, yaitu dengan menjaga hal-hal yang dapat mengokohkan
keberadaannya dan menolak hal-hal yang dapat merusak eksistensinya.
Tingkatan
kedua merupakan sesuatu yang eksistensinya tidak harus ada, hanya saja akan
menimbulkan masyaqat bagi mukallaf. Sedangkan tingkatan ketiga
adalah kemashlahatan yang keberadaanya untuk menyempurnakan lima unsur pokok di
atas.
Bagian
kedua, asy-Syathibi menjelaskan tentang peran bahasa Arab dalam menetapkan
hukum (istinbath al-ahkam). Disini, ia memerankan
bahasa Arab sebagai sesuatu yang paling urgen dalam menetapkan hukum Islam.
Oleh karena itu, syari’at Islam tidak dapat dipahami dengan selain bahasa Arab.
Selanjutnya,
asy-Syathibi mengatakan bahwa syari’at Islam diturunkan oleh Allah SWT adalah ummiyyah. Sebagai kosekwensinya, setiap
orang yang akan menggali hukum Islam harus memahami tata bahasa Arab dan tidak
bisa dipaham dengan yang lainnya.
Bagian
ketiga, asy-Syathibi berpendapat bahwa setiap hukum yang dibebankan kepada
manusia wajib dilakukan. Dari sini timbul pertanyaan, bagaimana jika ternyata
ada hukum yang tidak mampu untuk dilaksanakan manusia?. Menurut asy-Syathibi,
setiap bentuk taklif yang ada diluar
kemampuan manusia secara syar’i tidak sah untuk
dibebankan kepada mukallaf, meskipun secara akal
pembebanan tersebut dapat dilakukan.
Pada
pembahasan ini, asy-Syathibi mengklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu
tuntutan yang ada diluar kemampuan manusia, dan tuntutan yang dapat dilakukan
oleh manusia.
Bagian
keempat, asy-Syathibi mengemukakan bahwa tujuan syari’ dalam pensyari’atan
adalah untuk dilakukan mukallaf sesuai dengan tuntutan-Nya.
Pada
bagian ini, asy-Syathibi membahas tentang tujuan dalam pensyari’atan.
Menurutnya, syari’ membebani mukallaf untuk melaksanakan syari’at-Nya adalah agar aktifitas mukallaf tidak terjerumus kedalam
keinginan hawa nafsu belaka, sehingga menjadi hamba yang selamat di dunia dan
akhirat. Asy-Syathibi juga menegaskan bahwa setiap pekerjaan mukallaf harus
selalu mengikuti petunjuk syari’.
0 komentar:
Posting Komentar