Tabarrukan
Syaikh Nawawi Al Bantani (Al Jawi)
Syaikh
Nawawi Al Bantani adalah Penghulu Para Ulama Hijaz (Sayid ’Ulama'il Hijaz).
Begitulah gelar yang diberikan oleh para Ulama' hijaz di zamannya, kepada
beliau. Arti kata Sayid adalah penghulu, sedangkan Hijaz adalah wilayah Saudi
Arabiyah sekarang (yang di dalamnya termasuk kota Makkah dan Madinah). Dialah
Syaikh Nawawi, yang lebih dikenal masyarakat Makkah sebagai Syaikh Nawawi Al
Bantani, atau Syaikh Nawawi Al Jawi seperti yang tertulis dalam kitab-kitab
karya beliau. Sedangkan Al Bantani adalah menunjukkan bahwa ia berasal dari
Banten, dan sebutan al Jawi mengindikasikan muasalnya dari Jawa, sebutan untuk
para pendatang dari negeri Nusantara, karena nama Indonesia kala itu belum
dikenal oleh banyak kalangan masyarakat Arab. Kemudian di kalangan pesantren
sekarang, menyebut ulama yang juga digelari asy Syaikh al Fakih itu sebagai
Syaikh Nawawi Banten.
Syaikh
Nawawi lahir dengan nama Muhammad Nawawi, pada 1230 H (1815 M) di Tanara,
sekitar 25 km arah utara Kota Serang. Ayahnya, Umar ibnu Arabi adalah penghulu
di kota itu. Pada awalnya Ayah beliau sendiri yang mengajar Syaikh Nawawi dan
kedua saudaranya (Tamim dan Ahmad) tentang pengetahuan dasar bahasa Arab,
Fikih, dan Tafsir. Selanjutnya Syaikh Nawawi bersama kedua saudaranya
melanjutkan Tholabul ilmi ke Kiai Sahal, masih di Banten. Setelah itu Syaikh
Nawawi bersaudara nyantri ke Purwakarta, Jawa Barat, kepada Kyai Yusuf, yang
mempunyai banyak santri dari segenap penjuru pulau Jawa.
Dan
ketika masih remaja, mereka (Syaikh Nawawi bersaudara) menunaikan ibadah haji,
yang kala itu Syaikh Nawawi baru berusia 15 tahun, dan tinggal selama tiga
tahun di mekah. Tapi, kehidupan intelektual Kota Suci itu rupanya
mengiang-ngiang dalam diri si sulung, Syaikh Nawawi, sehingga tidak lama
setelah tiba di Banten, ia pun mohon kepada Ayahandanya untuk dikembalikan lagi
ke Mekah. Dan di sanalah beliau tinggal sampai akhir hayatnya. Beliau wafat
pada 25 Syawwal 1314 H/1897 M, dalam usia 84 tahun. Kabar lain menyebutkan
kembalinya ke Tanah Suci, setelah setahun di Tanara meneruskan pengajaran
ayahnya, kemudian disebabkan situasi politik yang tidak menguntungkan, Beliau
pun akhirnya kembali ke kota mekah. Agaknya kedua pendapat itu bisa dibenarkan.
Di
Mekah, selama 30 tahun Syaikh Nawawi belajar pada ulama-ulama masyhur di
zamannya. Diantaranya adalah :
1.
Syaikh
Abdul Ghani Bima
2.
Syaikh
Yusuf Sumbulaweni
3.
Syaikh
Nahrawi
4.
Syaikh
Abdul Hamid Daghestani
5.
Syaikh
Khatib Sambas, pemimpin tarekat Qadiriah, penulis kitab Fathul Arifin, bacaan
pengamal tarekat di Asia Tenggara. Syaikh Khatib Sambas juga merupakan guru
tokoh di balik pemberontakan petani Banten (1888)
6.
Syaikh
Muhammad Khatib Hambali
7.
Syaikh
Ahmad Dimyati
8.
Syaikh
Ahmad Zaini Dahlan
9.
Syaikh
Junaid Al-Betawi
Dalam
penggambaran Snouck Hurgronje, Syaikh Nawawi adalah orang yang rendah hati. Dia
memang menerima cium tangan dari hampir semua orang di Mekah, khususnya orang
Jawa, tapi itu hanya sebagai penghormatan kepada ilmu. Kalau ada orang yang
meminta nasihatnya di bidang fikih, dia tidak pernah menolaknya. Snouck
Hurgronje pernah menanyakan, mengapa dia tidak mengajar di Masjid al-Haram,
Syaikh Nawawi menjawab bahwa pakaiannya yang jelek dan kepribadiannya yang
tidak cocok dengan kemulian seorang profesor berbangsa Arab. Sesudah itu Snouck
mengatakan bahwa banyak orang yang tidak berpengetahuan tidak sedalam dia, toh
mengajar di sana juga. Syaikh Nawawi menjawab, “Kalau mereka diizinkan mengajar
di sana, pastilah mereka cukup berjasa untuk itu”.
Pada
tahun 1860-1970, Syaikh Nawawi mulai aktif memberi pengajaran. Mata pelajaran
yang diajarkan oleh Syaikh Nawawi meliputi Fikih, Ilmu Kalam, Tasawuf/Akhlak,
Tafsir, dan Bahasa Arab. Tapi itu dijalaninya hanya pada waktu-waktu senggang,
sebab antara tahun-tahun tersebut beliau sudah sibuk menulis buku-buku.
Diantara
murid-murid Syaikh Nawawi Al Bantani yang berasal dari Indonesia adalah :
1.
KH
Khalil, Bangkalan, Madura, Jawa Timur.
2.
KH
Mahfudh at-Tarmisi, Tremas, Jawa Timur.
3.
KH
Asy’ari, Bawean, yang kemudian diambil mantu oleh Syaikh Nawawi dinikahkan
dengan putrinya, Nyi Maryam.
4.
KH
Hasyim Asy’ari, Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Kelak bersama KH Wahab
Hasbullah mendirikan Nahdlatul Ulama (NU).
5.
KH
Nahjun, Kampung Gunung, Mauk, Tangerang, yang dijadikan mantu cucu.
6.
KH
Asnawi, Caringin, Labuan (kelak memimpin Sarekat islam di Banten).
7.
KH
Ilyas, Kragilan, Serang.
8.
KH
Abdul Ghaffar, Tirtayasa, Serang.
9.
KH
Tubagus Bakri, Sempur, Purwakarta.
10. KH Mas Muhammad Arsyad Thawil, Tanara, Serang, yang karena
peristiwa Geger Cilegon kemudian dibuang Belanda ke Manado, Sulawesi Utara.
Karya Tulis
Syaikh Nawawi Al Bantani
Setelah
tahun 1870 Syaikh Nawawi memusatkan kegiatannya hanya untuk mengarang. Dan
boleh dikata, Nawawi adalah penulis yang subur, kurang lebih dari 80 kitab yang
dikarangnya. Tulisan-tulisannya meliputi karya pendek, berupa berbagai pedoman
ibadah praktis, sampai tafsir al- Qur’an – sebagian besarnya merupakan syarah
kitab-kitab para pengarang besar terdahulu. Berikut beberapa karya Syaikh
Nawawi, mulai dari fikih, tafsir, sampai bahasa Arab :
1.
Sulam
al-Munajah (Syarah dari kitab Safinah ash-Shalah karya Abdullah ibn Umar
al-Hadrami).
2.
Al-Tsimar
al-Yaniat fi riyadl al-Badi’ah (Syarah dari kitab Al-Riyadl al-Badi’ah fi Ushul
ad-Din wa Ba’dhu furu’usy Sar’iyyah ’ala Imam asy-Syafi’i karya Syaikh Muhammad
Hasbullah ibn Sulaiman).
3.
Uqud
al-Lujain fi Bayani Huquq al-Jawazain (Kitab fikih mengenai hak dan kewajiban
suami-istri).
4.
Nihayatuz
Zain fi Irsyad al-Mubtadiin (Syarah dari kitab Qurratul ’aini bi muhimmati
ad-Din karya Syaikh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari).
5.
Qami’al
Thughyan (Syarah dari Syu’ub al Iman, karya Syaikh Zaenuddin ibn Ali ibn
Muhammad al-Malibari).
6.
Bahjat
al-Wasil bi Syarhil Masil (Syarah dari kitab Ar-Rasail al- Jami’ah Baina Ushul
ad-Din wal-Fiqh wat-Tasawuf karya Sayid Ahmad ibn Zein al-Habsyi).
7.
Qut
al-Habib al-Ghaib (Hasyiyah dari syarah Fathul Gharib al-Mujib karya Muhammad
ibn Qasyim al-Syafi’i).
8.
Asy-Syu’ba
al-Imaniyyat (Ringkasan dari dua kitab yaitu Niqayyah karya al-Sayuthi dan
al-Futuhat al-Makiyyah karya Syaikh Muhammad ibn Ali).
9.
Marraqiyyul
’Ubudiyyat (Syarah dari kitab Bidayatul Hidayah karya Abu hamid ibn Muhammad
ibn Muhammad al-Ghazali).
10. Tanqih al-Qaul al-Hadits (Syarah dari kitab Lubab al- Hadits karya
al-Hafidz Jalaluddin Abdul Rahim ibn Abu Bakar as-Sayuthi).
11. Murah Labib li Kasyfi Ma’na al-Qur’an al-Majid (yang juga dikenal
dengan nama Tafsir Munir).
12. Salalim al-Fudlala (Ringkasan/risalah dari kitab Hidayatul Adzkiya’
ila Thariqil Awliya’ karya Zeinuddin ibn Ali al-Ma’bari al-Malibari).
13. Nasaih al-Ibad (Syarah dari kitab Masa’il Abi Laits karya Imam Abi
Laits).
14. Minqat asy-Syu’ud at-Tasdiq (Syarah dari Sulam at-Taufiq karya
Syaikh Abdullah ibn Husain ibn Halim ibn Muhammad ibn Hasyim Ba’lawi).
15. Kasyifatus Saja (Syarah atas kitab Syafinah an-Najah karya Syaikh
Salim ibn Sumair al-Hadrami).
Beberapa karya
tulis Syaikh Nawawi yang diterbitkan di Mesir diantaranya adalah :
1.
Syarah
al-Jurumiyah, isinya tentang tata bahasa Arab, terbit tahun 1881.
2.
Lubab
al-Bayan (1884). Dhariyat al-Yaqin, isinya tentang doktrin-doktrin Islam, dan
merupakan komentar atas karya Syaikh sanusi, terbit tahun 1886.
3.
Fathul
Mujib. Buku ini merupakan komentar atas karya ad-Durr al-Farid, karya Syaikh
Nahrawi (guru Nawawi) terbit tahun 1881.
4.
Dua
jilid komentar tentang syair maulid karya al-Barzanji. Karya ini sangat penting
sebab selalu dibacakan dalam perayaan-perayaan maulid.
5.
Syarah
Isra’ Mi’raj, juga karangan al-Barzanji.
6.
Syarah
tentang syair Asmaul Husna.
7.
Syarah
Manasik Haji karangan Syarbini terbit tahun 1880.
8.
Syarah
Suluk al-Jiddah (1883)
9.
Syarah
Sullam al-Munajah (1884) yang membahas berbagai persoalan ibadah.
10. Tafsir Murah Labib (Tafsir Munir).
Syaikh
Nawawi menjadi terkenal dan dihormati karena keahliannya menerangkan kata-kata
dan kalimat-kalimat Arab yang artinya tidak jelas atau sulit dimengerti yang
tertulis dalam syair terkenal yang bernafaskan keagamaan. Kemasyhuran Nawawi
terkenal di hampir seluruh dunia Arab. Karya-karyanya banyak beredar terutama
di negara-negara yang menganut faham Syafi’iyah. Di Kairo, Mesir, ia sangat
terkenal. Karya tulisnya di bidang Tafsir (Murah Labib) yang terbit di sana
diakui mutunya dan memuat persoalan-persoalan penting sebagai hasil diskusi dan
perdebatannya dengan ulama al-Azhar. Di Indonesia khususnya di kalangan
pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan Islam, serta peminat kajian Islam
Syaikh Nawawi tentu saja sangat terkenal. Sebagian kitabnya secara luas
dipelajari di pesantren-pesantren Jawa, selain di lembaga-lembaga tradisional
di Timur tengah, dan berbagai pemikirannya menjadi kajian para sarjana, baik yang
dituangkan dalam skripsi, tesis, disertasi, atau paper-paper ilmiah, di dalam
maupun luar negeri.
Silsilah Syaikh
Nawawi Al-Bantani
1.
Abu
abdul mu'thi Muhammad Nawawi bin
2.
Umar
bin
3.
'Arobi
bin
4.
'Ali
bin
5.
Jamad
bin
6.
Janta
bin
7.
Masbugel
bin
8.
Maskun
bin
9.
Masnun
bin
10. Maswi bin
11. Sulthon Sunyararas Tajul'arsy bin
12. Sulthon Maulana Hasanuddin Banten bin
13. Maulana Syarif hidayatullah bin
14. Sulthon Abdullah bin
15. Ali Nuruddin ('Ali Nurul 'Alam) bin
16. Maulana Ibrohim Zainal Akbar Assamarqondy bin
17. Jamaluddin Husain Al-Akbar (Muhammad Jumadil Kubro) bin
18. Al-Imam Al-Sayyid Ahmad Syah Jalal bin
19. Abdullah 'Azhmat Khon bin
20. Amir Abdul Malik bin Al-Sayyid'Alawi('Ammil Faqih) bin
21. Al-Sayyid Muhammad Shohib Mirbath bin
22. Ali Khola' Qosam bin
23. 'Alawi bin
24. Muhammad bin
25. 'Alawi Bin
26. 'Ubaidillah bin
27. Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin
28. Isa Al-Rumy Al-Bashry bin
29. Muhammad An-naqib bin
30. Al-Imam 'Ali Al-'Uraidli bin
31. Ja'far Shodiq bin
32. Muhammad Al-Baqir bin
33. Ali Zainal 'Abidin Al-Sajjad bin
34. Sayyidina Al-Imam Husain bin
35. Sayyidina 'Ali Bin Abi Tholib KW (wa Sayyidatina Fathimah Azzahra'
Al-batul) binti
36. Sayyidinaa Wa Maulana Muhammad SAW Ar-Rosul.
Karomah Syaikh
Nawawi al Bantani
1. Menjadikan Telunjuknya Lampu.
Suatu
ketika, beliau sedang menuangkan buah pikirannya dalam bentuk tulisan (yang
sekarang kita mengenalnya dengan kitab Marâqi al-‘Ubudiyyah syarah Matan
Bidâyah al-Hidayah). Sementara waktu itu beliau ada dalam sebuah perjalanan,
karena tidak ada cahaya dalam syuqduf (rumah-rumahan), sedangkan aspirasi
tengah memuncak mengisi kepala beliau. Syaikh Nawawi kemudian berdoa memohon
kepada Allah Ta’ala agar telunjuk kirinya dapat menjadi lampu penerang supaya
dapat menerangi jari kanannya yang digunakan untuk menulis. Kitab yang kemudian
lahir dengan nama Marâqi al-‘Ubudiyyah syarah Matan Bidâyah al-Hidayah itu harus
dibayar beliau dengan cacat pada jari telunjuk kirinya. Cahaya yang diberikan
Allah pada jari telunjuk kiri beliau itu membawa bekas yang tidak hilang.
2. Melihat
Ka’bah Dengan Telunjuknya.
Karomah
beliau yang lain juga diperlihatkannya di saat mengunjungi salah satu masjid di
Jakarta yakni Masjid Pekojan. Masjid yang dibangun oleh salah seorang keturunan
cucu Rasulullah saw Sayyid Utsmân bin ‘Agîl bin Yahya al-‘Alawi. Masjid Ulama
dan Mufti Betawi itu ternyata memiliki kiblat yang salah. Padahal yang menentukan
kiblat bagi mesjid itu adalah Sayyid Utsmân sendiri. Kemudian, suatu ketika
Sayyid Utsmân kedatangan tamu seorang anak remaja (Syaikh Nawawi muda) yang
menyalahkan arah kiblat masjid Pekojan. Saat seorang anak remaja yang tak
dikenalnya itu menyalahkan penentuan kiblat, kagetlah Sayyid Utsmân. Diskusipun
terjadi dengan seru antara mereka berdua. Sayyid Utsmân tetap berpendirian
kiblat Mesjid Pekojanya itu sudah benar. Sementara Syaikh Nawawi muda
berpendapat bahwa arah kiblat masjidnya itu harus dibetulkan. Namun kesepakatan
tak bisa diraih karena masing-masing mempertahankan pendapatnya dengan keras.
Selanjutnya, Syaikh Nawawi meletakan tangan kirinya ke bahu Sayyid Utsmân
(merangkul) dan tangan kananya menunjuk ke suatu arah, Syaikh Nawawi berkata :
“Lihatlah Sayyid !, itulah Ka΄bah tempat Kiblat kita. Lihat dan perhatikanlah !
Tidakkah Ka΄bah itu terlihat amat jelas ? Sementara Kiblat masjid ini agak
kekiri. Maka perlulah kiblatnya digeser ke kanan agar tepat menghadap ke
Ka΄bah”. Ujar Syaikh Nawawi remaja”. Sayyid Utsmân termangu keheranan. Ka΄bah
yang ia lihat dengan mengikuti telunjuk Syaikh Nawawi muda memang terlihat
jelas. Sayyid Utsmân merasa takjub dan menyadari remaja yang bertubuh kecil di
hadapannya ini telah dikaruniai kemuliaan, yakni terbukanya nur basyariyyah.
Dengan karomah itu, di manapun beliau berada Ka΄bah tetap terlihat. Dengan
penuh hormat, Sayyid Utsmân langsung memeluk tubuh kecil beliau. dan berjabat
tangan sambil mencium tanganya, ketika Sayyid Utsmân ingin mencium tanganya, ditariklah
tanganya (Syaikh Nawawi), Sayyid Utsmân pun kebingungan mengapa beliau tidak
mau?, Sayyid Utsmân pun bertanya dan Syaikh Nawawi menjawab: “Karena saya tidak
pantas untuk bersalaman sambil dicium begitu oleh Sayyid”. Subhanallah alangkah
bagusnya akhlak beliau. Sampai saat ini, jika kita mengunjungi Masjid Pekojan
akan terlihat kiblat digeser, tidak sesuai aslinya.
3. Tidur Di
Lidah Ular.
Konon
pada suatu malam hari dimana beliau melanjutkan perjalananya ke Mekkah, beliau
kelelahan dan mencari sebuah gubuk yang tak berpenghuni. Setelah mencari-cari
akhirnya beliau menemukan lampu yang sangat redup dan kecil. Akhirnya beliau
tiba di tempat tersebut dan memulai untuk beristirahat. Dibenak beliau
bertanya: “Kok lantai dasar rumah ini sangat lembut dan empuk ya ?”. Saking
lelahnya beliah tidak terlalu mempersoalkan hal tersebut, tidurlah beliau
dengan meletakan tongkatnya dengann posisi berdiri.
Pagi
pun datang dan beliau terbangun dari tidurnya untuk sholat dan kemudian
melanjutkan perjalananya. Setelah kurang lebih 7 langkah dari tempat
peristirahatanya itu, beliau menyentuh darah dari ujung tongkatnya tersebut,
dengan heran kemudian beliau menoleh kebelakang dan menemui ular raksasa yang
sedang beranjak pergi. Tanpa disadari ternyata semalem beliau tidur dilidah
seekor ular raksasa dan tongkatnya yang berposisi berdiri tersebut merintangi
kedua gigi ular itu. Beliau pun langsung menyebut kalimat istigfar dan memuji
kebesaran Allah SWT dengan mengucapkan kalimat kebesaran-NYA.
4.
Mengeluarkan Buah Rambutan Dari Tangannya.
Di
Mekkah beliau mendirikan tempat mengajar/sekolah dengan murid yang lumayan
banyak. Disuatu hari beliau menerangkan kepada para santri-santrinya :
Syaikh
Nawawi : “Sunnah Islam kalau berbuka puasa itu hendaknya memakan yang
manis-manis terlebih dahulu, kalau disini terdapat buah kurma, ditempatku ada
yang tidak kalah manisnya dengan kurma !”.
Santri-santri
: ”Betul Syaikh kalo ditempat kami kurma, lalu bagaimana dengan tempat Syaikh
yg tidak tumbuh buah kurma ?”
Syaikh
Nawawi : “Sebentar”
Syaikh
Nawawi langsung menyembunyikan tanganya ke belakang tubuhnya. Santri-santri pun
sangat heran apa yang dilakukan gurunya tersebut dan terdengar ditelinga para
santri-santri seperti suara orang yang sedang mengambil buah-buahan dari
pohonya. Kemudian Syaikh Nawawi menyuguhkan buah Rambutan yang persis seperti
baru diambil dari pohonya. Santri-santri pun sangat terheran-heran dengan apa
yang dilakukan oleh gurunya tersebut.
“Nah
ini yang aku makan pertama ketika berbuka puasa di tempatku, silahkan dicicipi”.
Kata Syaikh Nawawi sambil membagika buah rambutan kepada para santri dikelasnya
mengajar.
Para
santri pun langsung mencicipi dan sangat menikmati kemanisan buah rambutan yang
diberikan gurunya itu.
5. Jenazah
beliau yang luar biasa.
Syaikh
Nawawi Al Bantani wafat pada 25 Syawwal 1314 H/1897 M, dalam usia 84 tahun. Dan
telah menjadi kebijakan Pemerintah Arab Saudi bahwa orang yang telah dikubur
selama setahun kuburannya harus digali. Tulang belulang si mayat kemudian
diambil dan disatukan dengan tulang belulang mayat lainnya. Selanjutnya semua
tulang itu dikuburkan di tempat lain di luar kota. Lubang kubur yang dibongkar
dibiarkan tetap terbuka hingga datang jenazah berikutnya terus silih berganti.
Kebijakan ini dijalankan tanpa pandang bulu. Siapapun dia, pejabat atau orang
biasa, saudagar kaya atau orang miskin, sama terkena kebijakan tersebut. Inilah
yang juga menimpa makam Syaikh Nawawi. Setelah kuburnya genap berusia satu
tahun, datanglah petugas dari pemerintah kota untuk menggali kuburnya. Tetapi
yang terjadi adalah hal yang tak lazim. Para petugas kuburan itu tak menemukan
tulang belulang seperti biasanya. Yang mereka temukan adalah satu jasad yang
masih utuh. Tidak kurang satu apapun, tidak lecet atau tanda-tanda pembusukan
seperti lazimnya jenazah yang telah lama dikubur. Bahkan kain putih kafan
penutup jasad beliau tidak sobek, masih harum dan tidak lapuk sedikitpun.
Tentu
saja kejadian ini mengejutkan para petugas. Mereka lari berhamburan mendatangi
atasannya dan menceritakan apa yang telah terjadi. Setelah diteliti, sang
atasan kemudian menyadari bahwa makam yang digali itu bukan makam orang
sembarangan. Langkah strategis lalu diambil. Pemerintah melarang membongkar
makam tersebut. Jasad beliau lalu dikuburkan kembali seperti sediakala. Hingga
sekarang makam beliau tetap berada di Ma΄la, Mekah dan yang paling aneh kuburan
beliau satu-satunya kuburan yang tumbuh rumput bahkan rumput nya hijau dan
bagus. Subhanallah.
Sumber : Wikipedia dll.
0 komentar:
Posting Komentar