Tabarrukan
KH. Kholil Al
Bangkalani
(Syaikhona
Kholil Al-Bangkalan)
Kyai
Kholil Bangkalan memang sebuah pribadi yang fenomenal. Dari sudut pandang
manapun kehidupannya sangat menarik untuk dibicarakan. KH Kholil Bangkalan atau
yang biasa disebut Mbah Kholil Bangkalan adalah seorang Ulama’ kelahiran
Bangkalan (Madura), yang kemudian kota kelahirannya tersebut dinisbatkan pada
namanya, dan akhirnya beliau dikenal dengan sebutan Kyai Kholil Bangkalan.
Selain kealimannya dalam ilmu nahwu, shorof, fiqh, dan ulumul qur’an, serta
qira’ah sab’ah, beliau juga seorang khafidz al qur’an. Selain itu juga Beliau
dikenal sebagai seorang Ulama’ yang mempunyai kemampuan dalam hal yang tak
kasat mata. Beliau memiliki kemampuan supranatural tinggi, waskita yang luar biasa.
Maka sangatlah wajar bila sebagian besar Ulama’ dan ummat Islam Indonesia
meyakininya sebagai seorang wali Alloh.
Nama
kecil beliau adalah Muhammad Kholil. Beliau dilahirkan di desa Keramat,
kecamatan Bangkalan, kabupaten Bangkalan, pada Ahad Pahing, tanggal 11 Jumadil
Akhir 1235 H, yang bertepatan dengan 14 Maret 1820 M. Ayahanda beliau adalah KH
Abdul Lathif yang masih keturunan dari Sayyid Syarif Hidayatulloh (Sunan Gunung
Jati).
Sejak
kecil, Kyai Kholil sudah menunjukkan minat dan bakat istimewanya terhadap ilmu
dan agama ketika masih dalam asuhan dan didikan ayahandanya Kyai Abdul Lathif.
Kehausan akan ilmu agama (terutama ilmu tata bahasa arab tradisional, nahwu
sharaf) sangatlah luar biasa. Kyai Kholil muda dengan mudahnya menghafal kitab
awamil, Al Ajrumiyah, Imrithy, Mutammimah dan Kailany, bahkan juga Alfiyah Ibnu
Malik.
Setelah
dididik di lingkungan keluarganya sendiri, Kyai Kholil kemudian melanjutkan
pendidikannya ke pesantren di sekitar Bangkalan. Diantara guru beliau pada saat
itu adalah Tuan Guru Dawuh (yang lebih dikenal dengan sebutan Bujuk Dawuh) yang
bermukim di desa Melajeh Bangkalan. Tuan Guru Dawuh adalah seorang guru yang
sangat alim terhadap berbagai ilmu, dengan kepribadian periang. Mungkin karna
keperiangannya Guru Dawuh memiliki cara mengajar yang berbeda dengan Guru
lainnya. Metode mengajarnya tergolong unik, kondisional, dan spontan. Dalam
memberi pelajaran kepada beberapa muridnya tidak harus menetap di pesantren,
tetapi dimana saja dalam sekejab dapat berubah menjadi pesantren terbuka.
Kadang beliau memberi pelajaran sambil berjalan mengelilingi kota Bangkalan.
Kadang juga terlihat di bawah pohon, kadang di pinggir sungai atau diatas
bukit. Pengamalan metode seperti ini mengingatkan kita pada seorang filosof
besar Socrates. Guru Dawuh dan Socrates mempunyai cara yang sama dalam
memberikan pelajaran di alam terbuka.
Setelah
berguru pada Tuan Guru Dawuh, Kyai Kholil muda kemudian berpindah ke guru lain
yang bernama Tuan Guru Agung (yang lebih dikenal dengan sebutan Bujuk Agung). Tuan
Guru Agung tidak saja Alim dalam ilmu lahir, tetapi juga alim dalam ilmu
bathin. Dapat dikatakan Tuan Guru Agung adalah seorang Guru yang sempurna
keilmuannya. Suatu hari, Tuan Guru Agung mengajar Surat Al Ikhlas pada Kyai
Kholil muda. Kyai kholil disuruh membaca surat tersebut, dan ketika baru saja
selesai membaca ayat yang pertama “Qul huwallohu ahad” (katakan Dia Allah itu
satu), mendadak sang Guru menghentikan bacaan Kyai Kholil. Kemudian Kyai Kholil
di suruh mencari serta menemukan Allah. Kyai Kholil memang santri yang patuh
dan tawadduk kepada semua gurunya. Apa yang ditugaskan oleh gurunya selalu
dikerjakan dengan tabah dan ikhlash. Sehingga, kesungguhan dan ketabahannya
dalam belajar serta minat dan bakat yang sempurna dalam menyerap berbagai ilmu
menjadikan Kyai Kholil muda sudah mencapai Alimun rabbaniyyun wa bi achkamihi
(menguasai ilmu ketuhanan sekaligus ilmu fiqh).
Selanjutnya,
dalam memuaskan dahaganya terhadap ilmu agama, Kyai Kholil melanjutkan
belajarnya di beberapa pesantren di pulau jawa.
Diantara
guru-guru beliau di pulau jawa adalah :
1.
KH.
Muhammad Noer (Pondok Pesantren Langitan) yang terletak di desa Mandungan,
Widang, Langitan, Tuban. Di pesantren ini Kyai Kholil berguru selama 3 tahun.
2.
KH.
Asyik (Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Jawa Timur)
3.
Kyai
Arif (Pondok Pesantren Darussalam, Kebon Candi, Pasuruan). Di pesantren ini
Kyai Kholil di restui oleh Kyai Arif (pengasuh Pondok) untuk berguru pada KH.
Nur Hasan di Pondok Pesantren Sidogiri yang tidak begitu jauh jaraknya dari
Pondok Pesantren Darussalam.
4.
KH.
Noer Hasan (Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan). Di pesantren ini Kyai Kholil
pulang-pergi dari Pesantren Darussalam ke Pesantren Sidogiri, karna dalam
berguru kepada KH. Noer Hasan Sidogiri, Kyai Kholil masih tetap tinggal di Asrama
Pondok Pesantren Darussalam. Selama pulang-pergi dari dua pesantren tersebut
yang berjarak 7 km, Kyai Kholil melakukannya dengan berjalan kaki sambil
menghatamkan surat Yasin sebanyak 41 kali. Sebab itulah, setiap hari libur
selasa dan jum’at Kyai menangis karna beliau merasa bahwa dirinya tidak
istiqomah. Di pesantren ini juga, setiap kali Kyai Kholil memasuki area
pesantren, beliau segera melepaskan terompah sandalnya dalam rangka tawaddu’
kepada para penghuni qubur yang berada di samping Masjid Pesantren.
5.
KH.
Abdul Bashar (Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Setail, Genteng,
Banyuwangi). Pesantren inilah sebagai Pesantren tempat Kyai Kholil nyantri
untuk terakhir kalinya di Pulau Jawa sebelum kemudian nyantri di Tanah Suci
Makkatal Mukarromah. Di Pesantren ini,
Kyai Kholil selain nyantri, beliau juga sebagai buruh memetik buah
kelapa yang dimiliki oleh KH. Abdul Bashar (pengasuh Pesantren ini) dengan upah
setiap 80 pohon mendapatkan 3 sen. Semua hasil upah memetik buah kelapa oleh
Kyai Kholil disimpan didalam peti, kemudian dipersembahkan kepada Kyai Abdul
Bashar. Selanjutnya, tentang biaya makan sehari-hari Kyai Kholil menjalaninya
dengan prihatin. Terkadang menjadi pembantu (khadam) Sang Guru, mengisi bak
mandi, mencuci pakaian, mencuci piring, serta pekerjaan lainnya. Atau bahkan
juga Kyai Kholil seringkali menjadi buruh masak teman-temannya seasrama. Dari
kehidupan prihatin itulah Kyai Kholil mendapatkan makan dengan Cuma-Cuma.
Kemudian
setelah itu Kyai Kholil melanjutkan belajarnya ke Tanah Suci Makkatal
Mukarromah. Setibanya di kota Makkah beliau bergabung dengan para santri-santri
mukimin dari tanah air. Dintaranya adalah Syaikh Abdul Ghani dari Bima, Syaikh
Yusuf dari Sumbawa, KH Asnawi dari Kudus, Ajengan Tubagus Bakri dari Purwakarta
(Ajengan Sempur), Syaikh Arsyad dari Banten, KH. asy’ari dari Bawean, KH.
Majnun Mauk dari Tangerang, Syaikh Ahmad Khotib dari Minangkabau, Syaikh
Muhammad Yasin dari Padang dan beberapa teman lainnya dari tanah air.
Selama
di kota Makkah Al Mukarromah, jika Kyai Kholil hendak buang air besar beliau
tidak pernah melakukannya di tanah haram, melainkan harus keluar dari taha
haram. Semuanya dilakukan oleh Kyai Kholil karena perasaan menghormati tanah
haram Makkatal Mukarromah yang begitu tinggi.
Dalam
berguru, Kyai Kholil menggunakan media baju putihnya yang selalu beliau kenakan
sebagai tempat menuliskan pelajaran. Kemudian setelah pelajaran dapat dihapal
dan dipahami barulah baju tersebut dicuci.
Tentang
biaya hidup selama bejar di Makkah, Kyai Kholil menulis berbagai risalah dan
kitab yang kemudian beliau jual. Kyai Kholil banyak menulis kitab Alfiah yang
beliau jual dengan harga 200 riyal perkitab. Terkadang juga beliau memanfaatkan
keahliannya menulis Khot arab (kaligrafi) untuk menghasilkan uang. Semua hasil
penulisan risalah, kitab dan khot (kaligrafi) kemudian beliau persembahkan
kepada Sang Guru.
Semasa di kota
Makkah, Kyai Kholil berguru kepada :
1.
Syaikh
Nawawi Al Jawi Al Bantani yang bergelar Sayyid Ulama’ Al Hijaz. Beliau adalah
seorang ulama’ yang ahli dalam dalam bidang tafsir Al qur’an. Karyanya adalah
tafsir Munir li ma’alim al tanzil 2 jild tebal.
2.
Syaikh
Khotib Umar dari Bima.
3.
Diceritakan
bahwa setelah sepulang dai makkatal Mukarromah, suatu ketika Kyai Kholil pernah
bepergian dengan menaiki kendaraan umum yang pada waktu itu adalah dokar
(bendi) yang di tarik oleh seekor kuda. Baru berjalan beberapa meter secara
sambil lalu Kyai Kholil bertanya kepada Sang Kusir Dokar. “Pak Kusir, kuda
sampean kok bagus. Dari mana Sampean mendapatkannya ?” ucap Kyai Kholil sambil
melihat kuda yang sedang berlari. Kemudian sang Kusir Dokar menjawab “Saya
mendapatkan kuda ini dari Bima, Kyai !”. mendengar jawaban demikian, spontan
mengingatkan Kyai Kholil akan Gurunya yang dari Bima Syaikh Khotib Umar. Maka
dengan serta merta Kyai Kholil meminta kepada Sang Kusir Dokar untuk
menghentikan lari kudanya dan segera kemudian membayar ongkos lalu turun dari
dokar (bendi). Hal ini dilakukan oleh Kyai Kholil dalam rang rasa hormatnya
terhadap Sang Guru yang berasal dari Bima.
4.
Syaikh
Ahamd Khotib Sambas bin Abdul Ghaffar Al
Jawi al Sambasi yang mukim di Jabal Qubais. Dari Syaikh Ahamd Khotib ini Kyai Kholil medapat ijazah dan
Bai’at Mursyid Thoriqoh Naqsabandiyah Qodiriyah.
5.
Syaikh
Ali Rahbini. Beliau adalah seorang Ulama’ yang tuna netra. Ketika berguru
kepada Syaikh Ali Rahbini, Kyai Kholil jika tidur mala senantiasa berada tepat
di tengah pintu masjid yang biasa dilalui oleh Syaikh Ali Rahbini. Dengan
harapan manakala Syaikh Ali Rahbini lewat akan menginjak dirinya, lalu ia terbangun
dan kemudian menuntunnya untuk sampai ke tempat pengimaman.
1.
Setelah
dirasa dan memandang Kyai Kholil cukup mampu dalam ilmu agama, Syaikh Ali
Rahbini kemudian menyuruh Kyai Kholil untuk segera pulang karna di tanah airnya
beliau lebih dibuthkan oleh ummat.
2.
Sepulang
dari kota Makkah, Kyai Kholil mendirikan pesantren di kota Bangkalan, tepatnya
di desa Jengkibuan, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan. Yang dikemudian
hari pesantren ini diserahkan kepada menantunya Ndoro Muntaha seorang Kyai muda
yang masih kerabat dekat dan berdarah ningrat.
3.
Setelah
itu Kyai Kholil medirikan pesantren lagi yang lokasinya tidak begitu jauh
dengan pesantren yang beliau dirikan lebih dulu. Tepatnya di desa Kademangan
sekitar 200 meter dari alun-alun kota bangkalan. Kealiman Kyai Kholil semakin
hari semakin masyhur, tidak hanya di pulau madura saja, melainkan sudah
menjangkau hingga ke pelosok pulau Jawa. Maka tak heran bila beberapa santri
dari pelosok tanah jawa mulai berdatangan untuk berguru kepada Beliau.
Beberapa santri
beliau yang sempat ditelusuri adalah :
1.
KHM.
Hasyim Asy’ari pendiri Jam’iyyah Nahdlotul Ulama’ dan pendiri Pesantren
Mamba’ul Ulum Tebuireng Jombang. Beliau Ahli dalam bidang Hadits, khususnya
hadits Bukhori yang yang sanad rowinya dari beliau bersambung hingga kepada
Rosululloh.
2.
KH.
Syamsul Arifin pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah
Sukorejo Asembagus Situbond
3.
KH.
Abdul Wahab Hasbullah penerus dan pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambak
Beras Jomban
4.
KH.
Bisri Syansuri pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar
Jombang.
5.
KH.
Ridlwan Abdullah adalah seorang Kyai yang mempunyai keahlian dalam bidang seni
lukis. Beliau adalah pencipta lambang Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’.
6.
KH.
Ma’ruf Kedonglo Kediri adalah seorang Ulama yang mempunyai mata bathin yang
sangat kuat. Dikalangan santrinya beliau dikenal dengan sebutan Al ‘Arif
Billah. Beliau mempunyai ijazah Sholawat Wahidiyah langsung dari Rosululloh
Muhammad SA
7.
KH.
Ma’shum Lasem pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Al Hidayah Lasem Rembang.
8.
KHR.
As’ad Syamsul Arifin pengasuh dan penerus pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah
Sukorejo Asembagus Situbondo.
9.
KH.
Muhammad Shiddiq pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Shiddiqiyah Jember.
10.
KH.
Muhammad Hasan Genggong pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan
Genggong Probolinggo.
11.
KH.
Abdullah Mubarak pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Suralaya Tasikmalaya.
Putra beliau yang bernama KHA. Shohibul Wafa Tajul Arifin atau yang biasa
disebut dan dikenal orang dengan sebutan Abah Anom adalah Mursyid Thoriqoh
Naqsabandiyah Qodiriyah yang tertua di Indonesia pada saat ini.
12.
KH.
Asy’ari Pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Darut Tholabah Wonosari Bondowoso
13.
KH.
Abi Sujak Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Astatinggi Kebun Agung Sumenep.
14.
KH.
Abdul Aziz pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Bustanul Ulum Temporejo
Jember.
15.
KH.
Karimullah pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Taman Bondowoso.
16.
KH.
Munawwir pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta. Salah
Seorang Putra beliau yang bernama KH. Warson Mnunawwir telah mampu menghasilkan
sebuah karya agung Kamus Besar bahasa arab yang di beri judul Kamus Al
Munawwir.
17.
KH.
Abdul Karim pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah Lirboyo
Kediri.
18.
KH.
Jazuli Utsman pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri.
19.
KH.
Zaini Mun’im pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton
Probolinggo.
20.
KH.
Romli Tamim penerus dan pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Peterongan
Jombang. Beliau juga sebagai Mursyid Sah Thoriqoh Naqsabandiyah Qodiriyah.
21.
KH.
Masykur, beliau banyak berkiprah di bidang politik dan kenegaraan. Menjadi
panglima perang Sabilillah, Ketua umum PBNU, dan Menteri Agama.
22.
KH.
Bisri Musthofa, beliau dikenal sebagai seorang ulama Ahli Tafsir. Buah karyanya
yang terkenal adalah Tafsir Al Ibriz fi Ma’rifati Tafsiril Qur’an.
23.
KH.
Usmuni pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Al Usmuni Terate Sumenep.
24.
KH.
Khozin pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Siwalan Panji Sidoarjo.
25.
KH.
Nawawi bin Noer Hasan Pengasuh dan Penerus Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan.
26.
KH.
Abdullah Faqih Umar pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an
Cemoro Rogojampi Banyuwangi.
27.
KH,
Yasin bin Rais pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Sunniyah Pasuruan.
28.
KH.
Muhammad Rawi pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Sumur Nangka Mudung
Bangakalan. Termasuk putra beliau KH. Talhah Rawi adalah juga Santri Kyai
Kholil Bangkalan yang mendampingi detik-detik terakhir Kyai Kholil pergi
menghadap ke Hadlirat Illahi Robby
29.
KH.
Abdul Fatah pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Al Fattach Tulungagung.
30.
KH.
Ridwan bin Ahmad penerus dan pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Sedayu
Gresik. Selain beliau seorang Hafidz, beliau juga mahir dibidang ilmu hisab.
31.
KH.
Ahmad Qusyairi penerus dan pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Salafiyah
Pasuruan.
32.
KH.
Abdul Hamid bin Itsbat pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Banyu
Anyar Pamekasan.
33.
KH.
Abdul Madjid bin Abdul Hamid pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Manba’ul
Ulum Bata bata Pamekasan.
34.
KH.
Talhah Jamaluddin pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Al Falah Sumbergayam
Pamekasan.
35.
KH.
Hasan Musthofa Garut Jawa Barat adalah seorang Sastrawan yang produktif. Buah
karyanya banyak ditulis dalam bahasa melayu, sunda dan Arab. Salah satu
karyanya telah diterbitkan di negara Mesir, dan sekitar tahun 1946 kitab
“Adat-Adat Urang Periangan Jeum Sunda Lianna” diterjemahkan kedalam Bahasa
belanda oleh RA. Kern.
36.
KHR.
Faqih Maskumambang Gresik Jawa Timur adalah seorang tokoh yang ahli dan Mahir
di bidang Ilmu Fiqh.
37.
KH.
Yatawi Puger Jember adalah Seorang Kyai yang sekaligus sebagai seorang Pendekar
yang banyak menyadarkan para Bromocorah untuk kembali menjadi manusia yang
beradab beragama Islam.
38.
KH.
Abdul Wahab pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Darul Huda Penatapan
Banyuwangi.
39.
Sayyid
Ali Bafaqih pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Syamsul Huda Negara Bali.
Silsilah Kyai
Kholil Bangkalan
Dari
catatan KH. Abdullah Schal dan KHR As’ad Syamsul Arifin, serta catatan Sayyid
Isa bin Muhammad Al Kaff Palembang ada sedikit perbedaan tentang silsilah Kyai
Kholil Bangkalan. Namun ketiga catatan tersebut sama-sama bermuara kepada
Sayyid Abdurrahman Basyaiban yang menikah dengan Sayyidah Khodijah Putri Sayyid
Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Silsilah Kyai Kholil selengkapnya
dapat diketahui sebagai berikut :
1.
Kyai
Muhammad Kholil Al Bangkalany, bin
2.
Kyai
Abdul Lathif bin
3.
Kyai
Hamim, bin
4.
Kyai
Abdul Karim, bin
5.
Kyai
Asror Karomah, bin
6.
Kyai
Muharrom, bin
7.
Kyai
Abdullah, bin
8.
Sayyid
Sulaiman Mojo Agung Jombang, bin
9.
Sayyid
Abdurrahman Basyaiban, bin
10.
Sayyidina
Umar, bin
11.
Sayyidina
Muhammad, bin
12.
Sayyidina
Abdul Wahab, bin
13.
Sayyidina
Abu Bakar Syaibani, bin
14.
Sayyidina
Muhammad Asya’dullah, bin
15.
Sayyidina
Hasan At Tarony, bin
16.
Sayyidina Ali, bin
17.
Sayyidina
Faqih Muqaddam Muhammad, bin
18.
Sayyidina
Alwi, bin
19.
Sayyidina
Muhammad Shahib Mirbath, bin
20.
Sayyidina
Ali Khola’ Qosam, bin
21.
Sayyidina
Alwi, bin
22.
Sayyidina
Muhammad, bin
23.
Sayyidina
Imam Alwi, bin
24.
Sayyidina
Ubaidillah, bin
25.
Sayyidina
Ahmad Muhajir, bin
26.
Sayyidina
Isa, bin
27.
Sayyidina
Muhammad Naqib, bin
28.
Sayyidina
Ali Al Uraidli, bin
29.
Sayyidina
Ja’far Shodiq, bin
30.
Sayyidina
Muhammad Baqir, bin
31.
Sayyidina
Ali Zainal Abidin, bin
32.
Sayyidina
Husein RA (bin Sayyidina Ali KW)
33.
Sayyidatina
Fathimah Az Zahro RA binti
34.
Sayyidina
Muhammad SAW.
Makam Kyai
Kholil Bangkalan
Sekitar
jam 03.00 dini hari di bulan Ramadlon, menjelang Iedul Fitri kurang 1 hari,
mendadak Kyai Kholil sakit. Kyai Muntaha (Ndoro Muntaha) menantu Kyai Kholil
segera menyusuruh salah seorang Santri yang bernama Thalhah Rawi untuk ikut
mendampingi Kyai Kholil yang sedang jatuh sakit. Dialah satu-satunya santri
yang menemani Kyai Kholil ketika sedang sakit keras.
Menyadari
bahwa sakit Kyai Kholil tidak ada lagi harapan untuk sembuh, Thalhah Rawi
sambil berlinangan air mata, segera menyalami tangan Kyai Kholil yang penuh
berkah. Selanjutnya, sekitar setengah jam kemudian sekitar pukul 03.30 dini
hari Kyai Kholil tersenyum bagaikan seorang yang tengah tidur tentram di
pembaringan. Saat itu malam jum’at legi tanggal 29 Ramadlon 1343 Hijriyah
bertepatan dengan tanggal 24 April 1925 Masehi, (ada perbedaan pendapat tentang
tahun meninggalnya Kyai Kholil. Kyai Fuad Amin Putra Kyai Kholil mengatakan
bahwa Kyai Kholil meninggal pada tahun 1924 M).
Inna
lillahi wa inna ilaihi roji’un, Kyai Kholil akhirnya telah wafat (dalam usia
yang cukup tua, 108 tahun), Beliau meninggalkan kita semua. Bumi menangis,
langit pun meneteskan air matanya. Bumi berduka karna tak ada lagi sujud dari
Sang Guru yang Bijaksana. Langit
bersedih karna tak ada lagi pahala yang padanya dari Seorang Guru yang
antik dan aneh. Selamat jalan Syaikhona Kholil semoga Allah mensucikan ruh dan
jasadnya. Amin allohumma amin.
Akhirnya
jasad mulia beliau dikebumikan di desa Mertajasa kecamatan Bangkalan, sebuah
komplek pemakaman keluarga.
Sumber :
Judul : Surat Kepada Anjing
Hitam
Penulis : Saifur Rahman
Penerb.: Pustaka Ciganjur
0 komentar:
Posting Komentar