MASHLAHAH AL-‘AMMAH:
Sebagai Upaya Untuk Mewujudkan Kemashlahatan Bagi Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara
Oleh:Hanif
Asyhar
Diturunkannya syari’at Islam di tengah kehidupan umat manusia adalah
untuk mewujudkan keamanan, kesejahteraan dan kemaslahatan umat manusia di dunia
dan akhirat, sebagaimana firman Allah SWT: [1]
“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
dan firman Allah SWT: [2]
”Ini
adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, Maka janganlah ada kesempitan di
dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada
orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman.”
Oleh sebab itu, agar keamanan,
kesejahteraan dan kemashlahatan umat manusia di dunia dan akhirat dapat
terwujud maka segala usaha (Ikhtiar) yang dilakukan umat manusia dimuka
bumi harus selalu sejalan dengan tuntutan syari’at.
Untuk memenuhi tuntutan dan
kepentingan manusia serta merespon berbagai dinamika kehidupan, maka setiap
pengambilan keputusan harus memenuhi kriteria kepentingan umum (mashlahah
‘ammah) yang dibenarkan oleh syara’.
Mashlahah merupakan tolok ukur dan sebagai
pertimbangan untuk menetapkan suatu kebijaksanaan dalam rangka menghindari
kemungkinan penggunaan mashlahah ‘ammah yang tidak pada tempatnya,
seperti keputusan para pemimpin yang hanya menuruti hawa nafsu pribadi, kesewenang-wenangan
dan menuruti kepentingan kelompok tertentu dengan menggunakan dalih untuk
kepentingan umum. Dengan menggunakan mashlahah ‘ammah sebagai
pertimbangan untuk menetapkan setiap kebijakan, maka setiap kebijakan tidak
akan menimbulkan kerugian atau menyalahi kepentingan umat manusia secara luas.
Keadaan dan masalah
Dalam suasaan
pembangunan yang berkembang sangat dinamik dewasa ini, selalu ditemukan istilah
kepentingan umum. meskipun disadari bahwa tujuan pembangunan pada hakekatnya adalah
untuk menciptakan kesejahteraan secara luas dan dilakukan dengan sebanyak
mungkin, menyediakan sarana dan fasilitas untuk kepentingan umum. Diakui atau
tidak, ternyata dalam pelaksanaan pembangunan, batasan untuk kepentingan umum
sering menjadi tidak jelas dan tidak sesuai dengan pengertian yang
sesungguhnya. Kepentingan umum akhirnya berkembang dalam perspektif yang
beragam; ada kepentingan umum menurut versi pengambil keputusan (umara’),
atau kepentingan umum menurut selera sebagian kecil kelompok masyarakat, dan
kepentingan umum yang dipersepsikan oleh masyarakat.
Kenyataan
yang demikian membawa akibat dan dampak negatif dalam pembangunan. Pemakaian
alasan untuk kepentingan umum tanpa berpedoman pada konsep mashlahah ‘ammah
yang dibenarkan oleh syara’ akan melahirkan bentuk penyimpangan terhadap
hukum syari’at dan tindakan kesewenangan terhadap kelompok masyarakat lemah
oleh golongan masyarakat yang kuat.
Perintah
untuk menegakkan keadilan di muka bumi, berupa kemashlahatan yang dibenarkan
oleh syara’, sebagaimana firman Allah SWT surat Shaad (38) ayat 26:
”...Maka
berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah...”
Dan firman Allah SWT surat al-Mukminuun
(23) ayat 71:
”Andaikata
kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini,
dan semua yang ada di dalamnya...”
Kedudukan mashlahah
‘ammah sebagai dasar pertimbangan pengambilan kebajikan sangat perlu
diaktualisasikan sebagai landasan untuk menyikapi masalah sosial yang berkembang
di tengah masyarakat. Penggunaan mashlahah ‘ammah dirasakan sudah
menjadi kebutuhan untuk memperkaya dan melengkapi landasan pembuatan keputusan
dan kebijaksanaan dari berbagai kasus sosial yang berkaitan dengan dalih
kepentingan umum, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan yang sering terjadi
selama ini.
Untuk menghindari
kemudlaratan dan dampak negatif pembangunan, maka mashlahah ‘ammah
dipandang penting dijadikan acuan untuk menyamakan persepsi tunggal terhadap
wujud dan makna kepentingan umum dalam konteks pembangunan, dengan mashlahah
‘ammah berarti masyarakat telah merealisasikan tujuan umum.
Pengertian mashlahah
Dalam kitab Mustashfa,
Imam Gazali mengatakan bahwa mashlahah pada intinya adalah ungkapan tentang
penarikan manfaat dan penolakan bahaya. Yang kami maksud dalam statemen ini,
bukan penarikan manfaat dan penolakan bahaya yang menjadi tujuan dan kebaikan
manusia dalam merealisir tujuan mereka, tatapi yang kami maksud dengan mashlahah adalah proteksi (perlindungan)
terhadap tujuan hukum (syura’). Tujuan hukum bagi manusia itu ada lima; yaitu
tindakan memelihara Agama (Hifdz ad-Diin), Jiwa (an-Nafs), Akal (al-‘Aql),
Keturunan (an-Nasl), Harta (al-Mal). Segala tindakan yang
menjamin terlindunginya lima prinsip tujuan hukum diatas itu disebut mashlahah.
Sedangkan semua tindakan yang mengabaikan lima prinsip tujuan tersebut itu
disebut kerusakan (Mafsadah) dan menolak kerusakan itu juga mashlahah.”
Ruang lingkup mashlahah ’Ammah
Mashlahah
‘ammah merupakan sesuatu
yang mengandung nilai manfaat dilihat dari kepentingan umat manusia dan
tiadanya nilai madlarat yang terkandung menurut syari’at. baik yang dihasilkan
dari aktifitas Jalbul Manfaat (mendapatkan manfaat) maupun aktifitas daf’ul
mafsadah (menghindari mafsadah), sebagaimana yang telah disebutkan dalam
Ushul figh, bahwa:
ü Mashlahah ‘ammah harus selaras dengan tujuan syari’at, yaitu
terpeliharanya lima hak dan jaminan dasar manusia (ushulul al-khamsah),
yang meliputi: keselamatan keyakinan agama, keselamatan jiwa, keselamatan akal,
keselamatan keluarga dan keturunan serta keselamatan hak milik.
ü Mashlahah ‘ammah harus benar-benar untuk kepentingan umum tidak
untuk kepentingan perorangan.
ü Mashlahah ‘ammah tidak boleh mengorbankan kepentingan umum lain
yang sederajat apalagi yang lebih besar.
ü Mashlahah ‘ammah harus bersifat haqiqiyah (nyata) tidak
boleh wahmiyyah ( hipotesis).
ü Mashlahah ‘ammah tidak boleh bertentangan dengan al-qur’an,
hadits, ijma’, qiyas.
Prisip-prinsip Mashlahah ‘Ammah dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara
Dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara Syari’at Islam sangat memperhatikan terwujudnya kesejahteraan dan
kemaslahatan umum. Oleh karena itu, prinsip ini harus menjadi acuan bagi
pembangunan Nasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perwujudan
kesejahteraan dan kemaslahatan umum mengakomodasi kepentingan semua pihak tanpa
memandang keyakinan, golongan, warna kulit, dan tidak bertentangan dengan
syari’at Islam, yaitu Al-Qur’an, al-Hadits, al-Ijma’, al-Qiyas. Mashlahah
‘ammah ini adalah kemaslahatan yang bermuara pada prinsip keadilan,
kemerdekaan, dan kesetaraan manusia di depan hukum.
Dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, peranan warga masyarakat, Bangsa dan Lembaga keagamaan
menjadi sangat menentukan dalam proses perumusan apa yang dimaksud dengan
kemaslahatan umum. Dalam hubungan ini, maka prinsip syura sebagaimana
ditegaskan dalam Al-Qur’an, surat asy-syuura (42) ayat 38:
”...Sedang
urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka...”
Dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara yang latar belakang Agama masyarakatnya berbeda-beda, umat Islam
seharusnya mampu mengartikulaskan
prinsip-prinsip kemaslahatan yang digariskan oleh ajaran agamanya dalam bahasa
sekaligus menurut argumentasi masyarakat. Dengan demikian prinsip-prisip
keagamaan yang pada mulanya bersifat terbatas bisa menjadi milik bersama, milik
masyarakat, bangsa dan umat manusia.
Jika proses syura dimana
kemaslahatan umum ditentukan harus melalui lembaga perwakilan, maka secara
sungguh-sungguh harus diperhatikan persyaratan-persyaratan sebagaimana berikut:
ü Orang-orang yang duduk didalamnya
benar-benar menghayati aspirasi kemaslahatan umum dari segenap rakyat yang
diwakilinya, terutama lapisan dlu’afa’ dan mustadh’afin.
ü Untuk mengkondisikan komitmen moral dan
politik orang-orang yang duduk dalam lembaga perwakilan seperti tersebut
diatas, perlu pola rekroitmen yang memastikan mereka datang dari rakyat dan
ditunjuk oleh rakyat dan bekerja/bersuara untuk kepentingan rakyat.
ü Secara struktural, lembaga perwakilan
tempat persoalan bersama dimusyawarahkan dan diputuskan, benar-benar bebas dari
intervensi pihak manapun yang dapat mengganggu tegaknya prinsip kemaslahatan
bagi rakyat banyak.
ü Kemaslahatan umum yang telah dituangkan
dalam bentuk kebijakan-keijakan atau undang-undang oleh lembaga perwakilan
rakyat merupakan acuan yang harus dipedomani oleh pemerintah sebagai pelaksana
secara jujur dan konsekwen.
ü Prinsip tasaraful imam manutun bil mashlahah
harus dipahami sebagai prinsip keterikatan imam dalam setiap jenjang
pemerintahan terhadap kemaslahatan kesepakan yang telah disepakati bersama.
Sementara itu rakyat secara
keseluruhan, dari mana kemaslahatan dirujukan dan untuk siapa kemaslahatan
harus diwujudkan, wajib memberikan dukungan yang positif dan sekaligus kontrol
yang kritis secara berkelajutan terhadap lembaga perwakilan sebagai perumus,
lembaga pemerintah sebagai pelaksana, maupun lembaga peradilan sebagai penegak
hukum.
Dalam mewujudkan mashlahatul
‘ammah harus diupayakan agar tidak menimbulkan kerugian orang lain atau
sekurang-kurangnya memperkecil kerugian yang mungkin timbul, karena upaya
menghindari kerusakan harus diutamakan daripada upaya mendatangkan mashlahah.
Khatimah
Dari uraian yang cukup singkat
di atas, ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam rangka untuk mewujudkan (mashlahah
al-’ammah)kemashlahatan umum:
ü Kemashlahatan harus lebih memprioritaskan
bagi kepentingan umum, dalam artian, kemashlahatan tersebut tidak bertentangan
dengan syari’at Islam, yaitu al-Qur’an, al-Hadits, al-Ijma’ dan al-Qiyas.
ü Hukum yang sudah menjadi kesepakatan
bersama harus dipedomani oleh pemerintah dan dilaksanakan secara jujur serta
konsekwen.
ü Rakyat wajib memberi dukungan atas
terlaksananya hukum-hukum yang sudah menjadi kebijakan pemerintah, sekaligus
sebagai kontrol yang kritis terhadap sistem pemerintah.
0 komentar:
Posting Komentar